Minggu, 18 November 2012
Perjuangan Hidup Kaum Pinggiran Dengan Kehidupan Para Koruptor
Kehidupan ini makin lama semakin sulit saja bagi para kaum pinggiran.Kerja keras,keuletan,kegigihan, kesabaran,kejujuran dan asa yang ditancapkan berjuang hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga ,rasanya seperti mimpi disiang bolong saja. Penghasilan yang mereka dapatkan tidak akan mampu mengejar kebutuhan hidup yang harganya semakin jauh berlari meninggalkan kemampuan mereka untuk menggapainya.
Keadaan ini tentunya sangat berbanding terbalik dengan keadaan kehidupan para Politisi,pejabat Negara ,wakil rakyat, yang dapat memenuhi segala kehidupan mereka dengan mudah dan fasilitas yang sudah disediakan oleh negara.Lihat saja para anggota Dewan yang terhormat itu yang datang untuk sidang saja sudah jam berapa dan juga tidak dihadiri oleh seluruh anggotanya masih saja mnerima segala macam fasilitas dengan gratis,tanpa perlu mengeluarkan keringat dan kerja keras.Masih Pantaskah mereka ini menjabat sebagai wakil rakyat.Bandingkan lagi dengan kehidupan para koruptor di negeri ini yang masih hidup bebas dan jumlahnya semakin hari semakin menggurita saja.Orang -orang seperti ini pantasnya bukan hanya dimiskinkan saja,melainkan harus dipaksa kerja rodi ,biar mereka merasakan betapa sulitnya mencari recehan rupiah itu, jangan seenaknya saja merampas uang rakyat yang bukan menjadi miliknya.
Contoh kehidupan nyata para kaum pinggiran dibawah ini bisa menjadi perbandingan untuk mengambil keputusan yang lebih sepadan buat para pelaku Koruptor di negeri ini,yang tiada henti melanda negeri ini dan entah sampai kapan berhenti.
Pak Yamto (55 tahun) seorang penjual Air di Pasar Johar Semarang ini sudah 27 tahun berjualan air.Jam 03 .00 pagi di tengah orang lain lagi tidur nyenyak dia sudah berjuang dengan dagangan airnya.Dalam satu gerobak terdapat 10 kaleng air dan satu kaleng berisi 18 liter air.untuk pengambilan air satu gerobak itu Pak Yamto harus membayar Rp 2.000 untuk kas RT .Harga jual satu kaleng air ke pelanggan adalah Rp.1.000.
Dengan berjualan air ini Pak Yamto mampu menyekolahkan anaknya sampai tamat SMA.Tapi setelah Zaman Reformasi 1998,penghasilannya tak bisa dipastikan.Sekarang ini untuk menamatkan sekolah anaknya yang ke empat sampai harus mengutang.Pak Yamto adalah generasi ketiga dalam menjalankan usaha jual air ini.Dulu bapak dan kakeknya juga penjual air.
Dua bocah malang korban busung lapar yang bernama Sahrul (7 tahun) dan Sahril(5 tahun) ini terpaksa hidup dalam sangkar di pojok rumah Bibinya Nurhayati di kelurahan Lantora Polewali Mandar Sulawesi Barat.Nurhayati terpaksa melakukan itu karena dia harus berjualan sayur di Pasar di pagi hari,sementara tidak ada orang yang menjaga ke dua ponakannya itu.Terpaksalah kedua bocah ini hidup kelaparan selama menunggu bibinya pulang berjualan sayur sampai siang hari.
Nurhayati tidak bisa berbuat apa-apa melihat kondisi kedua bocah ini,karena kalau tidak berjualan sehari saja akan susah membayar cicilan utang sebanyak 5 tahun dari Bank yang harus dilunasi beberapa tahun.Sebetulnya Nurhayati berhak dapat beras Raskin sebanyak 15 kg setiap bulan,namun yang diterima hanya 3 kg sebulan dan juga tidak rutin.Ayah bocah ini sudah meninggal 4 tahun lalu,sedangkan ibunya sudah meningalkan kedua bayi ini dengan alasan ingin mengurus harta danwarisan suami di Kalimantan dan sampai sekarang tidak ada beritanya hampir lima tahun.
Waktu Pemilu Gubernur Sulawesi Barat setahun lalu ,bocah ini sempat mendapat simpati dari berbagai kalangan politisi dan juga Dinas kesehatan,berbagai bantuan makanan diterima,kemudian perhatian semakin meredup dan hilang sejalan dengan berakhirnya pesta Demokrasi itu.
Beberapa waktu yang lalu juga ada seorang bayi yang berumur beberapa hari terpaksa hidup ditrotoar karena tempat tinggalnya digusur.
Tentunya akan banyak lagi kehidupan kaum pinggiran lainnya yang belum sempat terekam oleh media cetak ,media online maupun elektronik yang hidupnya sungguh sangat memprihatinkan dan jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja.
Bandingkan dengan kehidupan para koruptor Gayus Tambunan ini yang selama bertahun-tahun hidup bergelimang harta dan kemewahan dan sekarang ini lagi menjalani vonis kasus yang keempat kalinya. Sepertinya hukuman yang akan dijalani belum seberapa dibandingkan dengan jumlah uang yang telah dinikmatinya dari hasil korupsi selama ini.
Lihat juga bagaimana kehidupan Nazaruddin sebelum ditetapkan sebagai terdakwa kasus proyek Wisma Atlet Sea Games ini.Dan masih banyak lagi kasus korupsi lainnya yang terjadi di negeri zamrud katulistiwa ini.Perlakuan yang terlalu sopan kiranya diterima oleh para koruptor di negeri ini yang telah mencuri dan merampok uang secara terang-terangan.Pernah kita mendengar pelaku korupsi dikasih bogep mentah atau dihakimi oleh para rakyat banyak.
Coba kita bandingkan dengan para pencuri motor,pencuri HP dan pencuri jalanan,yang selalu babak belur,bahkan sampai meregang nyawa hanya untuk duit yang tidak seberapa nilainya.Apakah masih pantas para koruptor itu diperlakukan secara istimewa.Pantasnya Para Koruptor itu perlu diperlakukan seperti maling pada umumnya tanpa pandang bulu.
Selain dengan membuat miskin para pelaku koruptor dengan jalan menyita seluruh hartanya yang diperoleh dengan jalan korupsi,para koruptor perlu diganjar dengan hukuman penjara yang maksimum dan ditambahkan dengan hukuman kerja rodi,biar tahu bagaimana sulitnya mencari duit.Semoga dengan memiskinkan hidup para koruptor dan tambahan kerja rodi membuat efek jera buat yang lainnya.Salam Kompasiana.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar